1. Aku punya saudara kembar. Keduanya meninggal sebelum aku sempat mengenal mereka.
Orang tua saya tidak pernah berziarah ke makam mereka karena kepercayaan Jawa/Tionghoa – Anda tidak diperbolehkan berziarah sampai Anda punya cucu, atau semacam itu. Semua adik perempuanku dan aku juga dilarang berziarah ke makam kakak perempuan tertua kami. Baru setelah aku punya anak, aku diajak bersama-sama berziarah ke makam mereka.
2. Aku suka cerita detektif, tetapi orang jahat HARUS mati.
Kehidupan nyata saja sudah tidak adil, seharusnya dunia fiksi pun adil. Bahkan Tirai kisah terakhir Poirot membuatku sedih berhari-hari meskipun psikopat terhebat itu telah meninggal. Oh Poirot, hati nuranimu sungguh agung
3. Aku percaya adanya kekuatan gen, memori leluhur/epigenetika, dan mikrokimera.
Orang Jawa bilang "bibit" itu penting. Aku bersyukur atas semua gen baik yang kuwarisi. Aku juga sadar bahwa bayi-bayi meninggalkan sebagian DNA mereka (dari ayah mereka atau campuran DNA mereka sendiri) di dalam diriku.
Misalnya: indera perasaku saat ini jauh lebih sensitif, dimulai sejak masa kehamilan. Kedua anakku tidak suka pedas. Padahal keluarga suami itu doyan pedes banget. Jadilah aku tukang cicip masakan sebelum dimakan anak. Meskipun aku masih benci kenyataan bahwa kedua anak itu persis seperti suami: tidak suka tomat dan kayu manis? Ayolah!
![]() |
Sekarang hanya aku yang makan tomat… 2 anak = gen suami gak suka tomat 😠|
Contoh kedua: suami itu kalau duduk di kendaraan harus hadap depan, searah pergerakan kendaraan. Otherwise, dia pusing. Sebelum hamil pertama, arah duduk gak masalah bagiku. Eh mulai hamil sampai sekarang, aku jadi ikutan pusing kalau membelakangi pergerakan kendaraan. Semua anak juga persis bapaknya.
Contoh ketiga: sebelum hamil itu aku paling males merapikan barang, apalagi barang orang lain. Cukup aku tahu barang aku taruh di mana. Pas hamil anak pertama, aku mulai OCD. Meja kerja suami aku rapikan, token bank aku kumpulin di kotak kecil. Suami kalau gak mengembalikan barang ke designated place pasti kuomelin. Sampai sekarang pun segala sesuatu ada tempatnya. Termasuk gunting kuku, gunting buka paket, gunting makanan, gunting prakarya, alat tulis, wajan, panci, loyang, bumbu, pasta/bakmi. Anak pertama juga rada OCD sementara anak lanang super berantakan. Jadilah mereka berantem terus soal kerapian properti bersama 😅
4. Aku sangat cerewet soal kebersihan toilet. Seperti standar orang Jepang. Harus memperhatikan pengguna lain. Masuk ke toilet bersih, kamu keluar juga harus bersih toiletnya.
![]() |
Toilet bersih itu wajib hukumnya |
Masalah toilet ini pertengkaran terbesar di rumah kami. Aku membentak suami dan anak-anak soal toilet. Ini soal didikan keluarga. Aku merasa Papaku itu super. Sangat menjaga kebersihan toilet meski dia satu-satunya cowok. Tidak ada yang namanya toilet bau pesing sampai istri hamil gede batal pipis, harus sikat toilet dulu…
Suami pengin piknik ke China, tapi dari cerita guru les Mandarinku tahun 1996 itu Tembok Besar China bau pesing! Dari cerita bibiku yang tinggal di Hong Kong dan sering ke China: cari toilet umum apalagi yang bersih itu susah! Dari cerita Papa yang akhirnya piknik ke Shanghai: muka Cina perlu guide yang bisa baca tulis ngomong LANCAR. Sudah cukup pergi sekali dan kecewa. Mending Papa nanti jalan-jalan ke Jepang aja! (Papaku sudah pergi ke Jepang umur 16).
5. Kupingku sensitif
Suara jelek jangan bikin polusi suara. Jadi suami gak berani nyanyi kalau ada aku di dekatnya 😈 Aku sadar suaraku gak merdu, makanya aku belajar main musik yang enak didengar. Kalau memang gak bakat nyanyi, jangan maksa les vokal, percuma! (Pesan ini untuk Bu Gem). Mengembangkan yang bukan bakat = sia-sia.Aku benci suara bayi nangis kelamaan. 🤫 Tapi kalau bayinya pipinya gendut, aku masih toleransi 😬
Aturan di rumahku: musik klasik atau latihan piano masih diperbolehkan, tetapi tidak boleh mendengarkan J-pop, K-pop, game, atau kategori "berisik" apa pun saat aku sedang bekerja/membaca. Aku lebih suka keheningan total saat bekerja, bersantai, dan tidur.
![]() |
Aku pernah rekaman isi suara operator telepon di Singapore (2004) |
Aku tidak suka buku audio, tetapi saya "radio sandiwara radio" atau dubbing tertentu ketika bakat suaranya benar-benar hebat, misalnya Shinchan Indonesia, film silat macam Pai Su Cen, Judge Bao, Yoko-Bibi Lung jadul, telenovela Thalia jadul, The Simpsons klasik… Kalau Shinchan Singlish dan Melayu amit-amit… mending nonton di-mute ðŸ¤
6. Aku lumayan berbakat seni: musik, menari, menggambar
Aku bisa memainkan lagu yang aku suka dari mendengarnya (di organ/electone)
![]() |
Ini gambarnya ngawur. Kuku harus selalu pendek dan rapi untuk main piano/organ/keyboard |
Aku beruntung dikirim ortu ke Sekolah Musik Yamaha pada umur 9. Agak terlambat, tetapi Yamaha memberiku fondasi yang cukup kuat untuk mencocokkan akor dan melodi untuk lagu yang aku dengar dan suka. Bakat ini berasal dari Papa. Beliau tidak pernah belajar musik secara formal, tetapi bisa mendengarkan dan memainkan lagu-lagu dengan kibor mini. Papa adalah guru musik pertamaku. Papa juga gak tau itu tuts adalah not apa, aku (4 tahun) gak hafal2 urutan mencet untuk lagu panjang, maka mini keyboard (Casio putih) ditulisin pakai spidol. Mama marah-marah, lalu dihapus pakai spiritus.
Aku umur 5, dikasih buku lagu Gereja ejaan lama, not angka. Papa bilang sengaja simpan itu dari tahun 1979 buat dikasih ke anak yang nanti suka main musik. Dan anaknya itu AKU! Aku umur 5, Mama les organ dan ngajari aku cara baca not angka dan mana posisi “do” di keyboard.
TK-SD suka banget menggambar
![]() |
Aku lebih suka spidol daripada crayon |
Sekarang aku gak pernah menggambar lagi 😞 Ke manakah minat dan bakat gambarku?
Dari bayi suka joget-joget
Papaku bilang, aku diinfus pun masih geleng-geleng kepala mengikuti irama lagu di radio. Umur 5-8/9 les senam anak (basically koreografi). Di Sg sebelum menikah, aku suka menari: salsa, hiphop, belly dancing– dan sadar aku lumayan bagus kecuali pole dancing karena kagak bisa memanjat (masa kecil selalu khawatir adik jatuh kalau dia manjat pohon/tiang) 😅Belakangan, aku mencoba kembali menari. Dan anak-anak jadi ikutan joget gak jelas. Napasku mengkis-mengkis dan anak lanang bilang, “Udah, Mama duduk aja!” Parah, anak kok tidak menyemangati ibu ðŸ˜
7. Aku suka tokoh sombong tetapi memang pintar.
Dr Lee Gang Hun, Hercule Poirot, Sherlock Holmes, Hanzawa Naoki, dan banyak karakter yang aku lupa namanya (pemerannya ya cuma superstar Jepang itu-itu saja dan Gloria lebih ingat nama Jepang daripada aku) hhahaha. Semuanya karakter sembada. I feel I can relate with them.
Aku dikatain sombong sama seorang konglomerat karena aku berani bilang ke dia: yang pintar itu aku, bukan (nama cousin). Tanya saja sama guru-guru Tarakanita dan Stella Duce Dagen. Kenal Yunisa gak? 🤣